MANAJEMEN HIDUP DALAM NOVEL

Persembahan terbaik macam apakah yang bisa kita berikan dalam hidup? Bagaimana kita mengelola atau memanajemeni hidup kita sendiri? Siapakah yang membantu kita dalam upaya ini? Ataukah kita tak punya manajemen namun sekedar mengalir dalam hidup dengan segala konsekuensinya?

Dengan membaca karya sastra kita dapat belajar tentang manajemen hidup itu! Ambillah contoh dengan membaca Novel Lorca, Memoar Penjahat Tak Dikenal karya Sihar Ramses Simatupang, penerbit Melibas, 2005. Akan terjawab pertanyaan, apakah memang dalam hidup seseorang itu perlu manajer dalam hidup sehingga bisa mengarungi kehidupan dengan suatu 'kemenangan'.

Kita bisa menjadi manajer sukses bagi diri sendiri, bila mendengar masukan orang-orang di sekitar baik yang bersifat kritik maupun dorongan. Dalam novel yang semula berjudul Lelaki yang Merindukan Surga ini, pencarian Lorca terhadap Tuhannya, berawal dari bisik Anna tentang rumah Tuhan. Dan, ia dengar! Boleh dikata, Anna hanyalah salah satu alat untuk memasukkan dan memaknai kata gereja, rumah Tuhan bagi telinga Lorca, karena yang terjadi dalam novel ini hanya adegan dan dialog bersama Anna yang bercerita tentang hal ini. (hlm 102-103)

Di sini ada unsur nurani. Terjawab pertanyaan manajemen kepribadian siapa yang membuat Lorca punya pertumbuhan untuk mengirimkan Roseti ke biara gereja, untuk menyelamatkan hidup adik perempuan satu-satunya yang ia sayangi ini, agar tidak ikut 'gelap' seperti semua anggota keluarganya yang lain hingga akhir hayatnya adalah satu-satunya trah keluarga Ernesto yang tinggal hidup..

Kondisi Lorca sendiri dipengaruhi oleh faktor internal sebagai unsur genetik. Ernesto, ayahnya yang hidup dalam dunia gelap sebagai seorang pemabuk, penjahat, dan Vanessa, ibu yang seorang perempuan kegelapan, pelacur, punya banyak lelaki (123-139).

Unsur lingkungan pun sangat berpengaruh. Keluarga Lorca termasuk porak peranda dalam tatanan masyarakat, hidup di kalangan kumuh, kalangan penjahat, pelacur, setiap hari bergaul dengan para manusia yang tersingkir dalam tatanan perikehidupan masyarakat.

Bahkan pengenalannya terhadap perempuan dimulai dengan perkenalannya dengan pelacur, gadis Anna yang dikaguminya dan ternyata pelacur, yang dalam kehidupan selanjutnya akan selalu dikenang oleh Lorca sebagai seorang yang pertama kali mengajarinya berbuat mesum sekaligus mengenalkannya terhadap nama 'rumah Tuhan'.

Manajemen siapakah yang membentuk seseorang bertumbuh dalam himpitan genetik dan lingkungan yang begitu tidak mendukung untuk suatu pertumbuhan sehat bagi seorang anak? Penulis novel ini menyerahkan unsur pengelolaan ini hanya berdasar naluri, merujuk dari kehidupan Kristiani (Katolik) yang tampak dalam novel ini, meski tidak secara verbal diutarakan. Ada suatu manajemen konflik yang terjadi dengan sendirinya.

Tidak satupun orang yang hadir dalam kehidupan Lorca punya kepedulian penuh terhadap perkembangan jiwa dan kepribadian anak kecil yang bertumbuh dalam lingkungan gawat seperti itu.

Ernesto ayahnya suka meninggalkan keluarganya. Ibel adiknya terseret dalam arus pergaulan pemakai obat-obatan dan narkotika. Vanessa ibunya adalah seorang perempuan kolektor lelaki bahkan menyimpan seorang lelaki tidak bernama tinggal dan hidup di rumah yang di dalamnya tinggal Lorca. Dan, Roseti, yang masih dalam masa pertumbuhan, tentu sangat mudah digoncangkan mental dan moralnya dengan gaya hidup kumpul kebo antara orang tua wanitanya dengan lelaki yang tidak dikenal.

Lorca meninggalkan adiknya di tempat Tuhan tadi, dan mencari tempat bagi dirinya sendiri, bergabung dengan geng Muka Pucat Frederico, sebagai seorang bartender, namun mendapat perhatian istimewa dari pemimpin besar geng ini, Frederico.

Pembelaan demi pembelaan diberikan kepada anak pemula ini, dan diproyeksikan dialah yang bakal mampu meneruskan kepemimpinan di geng ini. Dan kehebatan Lorca dalam mewujudkan ramalan, intuisi dan manajemen kepemimpinan Frederico sangat terasa ketika penulis menuliskan peristiwa-peristiwa perkelahian dengan lawan-lawan 'politik'nya, bahkan dalam penyerbuan ke bank dalam perampokan-perampokan yang berbuahkan kemuliaan geng ini. (251-259).

Namun juga, akhirnya berujung kegagalan besar yang menjungkalkan bahkan menewaskan Frederico yang berbuntut kekosongan kepemimpinan. Manajemen Frederico terhadap Lorca dilanjutkan dengan manajemen Martin, seorang tua berpengaruh dalam kelompok sisa. Si bijaksana Martin selalu membela Lorca dalam persaingan dan perebutan pengaruh di hadapan teman-teman sisa-sisa anggota geng yang terpecah akibat mangkatnya Frederico.

Martinlah Manajer Lorca dalam mengatasi masa-masa sulit, sampai berhasil membangun kepemimpinan baru dalam geng, merebut pengaruh teman, menjadi geng yang ditakuti masyarakat, meraih kemenangan besar-besaran dalam menguasai pulau, mendirikan tahta baru, dengan bekal buntelan/karung emas yang berhasil diselamatkan pada penyerbuan gagal dalam masa akhir kepemimpinan Frederico (270-345).

Sungguh tragis dan begitu mudahnya seorang penjahat berkaliber besar yang memimpin gerombolan Mafioso Atilos, bertekuk lutut di tangan pihak keamanan. Lalu, jatuh dalam kehidupan jelata lalu diakhiri hidupnya juga dengan begitu mudah. Ada suatu nilai yang ditawarkan oleh seorang penjahat yang masih mempunyai nyali yang tidak bisa dibilang besar. Pasti ada yang mempengaruhi kehidupannya yang tidak punya akar kuat untuk tetap bertahan dalam sikap sebagai sorang tegar yang memimpin anak buahnya.

Bagi Lorca sendiri, untung ada Martin seorang tua yang mempercayai Lorca sebagai pilihannya sendiri untuk melanjutkan kelompok mereka hingga menjadi besar. Jelas, Lorca berhasil jadi pemimpin gang justru karena pengaruh Frederico dan Martin.

Namun sayang, pada puncak kejayaannya itu, Lorca membuat kesalahan besar yang menunjukkan betapa lemah jiwa kepemimpinannya. Ia menjadi banyak main dengan banyak wanita yang ada di sekelilingnya sebagai seorang pemimpin mafia, banyak memaklumi kesalahan-kesalahan anak buahnya yang pandai menjilat dan menarik hatinya hanya dengan main kata-kata (hlm 378-379). Ia gagal setelah hanya mendengar kata hati sendiri. Bahkan terhadap bujuk rayu serta jeritan Diana, sang istri, yang tidak ia dengar.

Inilah awal kehancuran Lorca dengan bersekutunya anak buah yang tidak puas dan membawa Elianos merebut kepemimpinan Lorca dengan perang saudara dan membentuk geng sendiri (hlm 382-383).

Kepercayaan terhadap manajemen orang tua ini bagus hasilnya, karena ada faktor kontrol yang diberikan oleh orang lain. Hal yang sangat bertolak belakang terjadi ketika kepemimpinan Lorca mengarah kepada otoritarian, kepemimpinan tunggal, mendengarkan kata hati sendiri, memenangkan ego sendiri, tidak mendengarkan lagi kata Martin dan kata teman-temannya.

Lorca begitu mudah meluap amarahnya begitu ada kritik, mengumpulkan banyak wanita dan mudah jatuh hati untuk melayani para wanita yang menurut kacamata para lawan politiknya, terutama Elianos, sungguhlah suatu jiwa kepemimpinan yang sangat lemah.

Kejatuhan Lorca menjadi nyata. Gengnya gagal bertarung dengan kelompok gang lain. Elianos berhasil melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Lorca. Lorca jatuh, tinggal seorang diri, lari, diselamatkan seorang wanitanya yang jadi istrinya, Diana, meski tanpa pernikahan sah di mata umum. Keduanya hidup dalam kesendirian, keterpurukan, dalam rumah kumuh, rumah terpencil dari masyarakat, tidak berdaya. Lorca menjadi lelaki yang tidak punya daya hidup (385-399).

Lorca menjadi begitu mudah menyerah menghadapi hidup bersama istrinya dalam perkampungan kumuh yang tersembunyi dari kehidupan khalayak ramai. Di sini ada cerminan mengapa kita menjadi mudah menyerah dalam kehidupan, dan tentu membuat kita tak ingin melakukan kesalahan serupa.

Akhirnya, Lorca ingin kembali ke kampung halamannya, kota kelahirannya. Ia mengira semuanya sudah berubah, dosa-dosanya di masyarakat dilupakan, yang ternyata, semua sangat terbalik kondisinya dari angannya. Mulai detik-detik akhir kehidupan Lorca, justru di tanah kelahiran sendiri (401-)

Pemberian terindah apakah yang mampu dipersembahkan Lorca untuk mengisi hari sisanya? Dengan begitu saja ia memutuskan untuk balik ke kampung halamannya untuk menyusur tempat-tempat yang bersejarah baginya. Dikiranya ia tidak dikenali orang banyak. Namun tenyata, di situ banyak orang masih mengenal jati dirinya sebagai seorang anak penjahat, seorang tokoh jahat dan terkalahkan dan menjadi buruan polisi.

Ujung-ujungnya Lorca menyerah harus ditangkap oleh pihak keamanan dan dibawa ke penjara dan dihukum mati. Ia hendak diselamatkan oleh Ibel adiknya yang mati dalam misi penyelamatannya. Akhirnya Lorca juga harus mati bersama adiknya ini, dalam perjalanan menuju tiang gantungan, diberondong oleh peluru-peluru panas polisi dengan darah yang berlumuran di mobil berterali besi? (hlm 445, 446, 451)

Dalam novel yang laksana memoar seseorang, kita bisa melacak kehidupan seseorang dari banyak sisi. Sisi seseorang mengatur hidup, tidak lepas dari pengaruh orang lain, yang ikut mempercayai dan dipercayai untuk mengambil suatu kebijakan, langkah bijak. Dan tentu kita mendapat manfaat besar tentang bagaimana mengelola hidup, agar tidak berbuntut penyesalan. * (yonathanrahardjo)

Tidak ada komentar: