Sepasang Sepatu Tersiram Kuah Rawon

oleh
Setyo Bardono

Sepasang Sepatu Tersiram Kuah Rawon



(Foto-foto bisa dilihat di: http://setiakata.multiply.com/photos/album/32/Sepasang_Sepatu_dan_Kuah_Rawon)



“Rawon sudah menunggu.” Sederet pesan menggetarkan handphone tua, memaksa langkah untuk segera bergegas. Rasa malas di hari Sabtu seketika sirna. Hari ini, bala kurawa Pasar Malam (Paguyuban Sastra Rabu Malam) akan berkumpul untuk membicarakan evaluasi acara Reboan #4 dan membahas pelaksanaan Reboan #5, tanggal 27 Agustus 2008 nanti. Pabrik_t yang berumah di Pamulang kebetulan bersedia menjadi tuan rumah. Rawon sudah menunggu.



Sepanjang perjalanan Depok – Pamulang pikiran saya sudah dipenuhi kuah rawon. Tuan rumah yang dijuluki Pakcik Ahmad sebagai “Sunan Godhong Pisang” ini pasti tak sembarangan memilih menu rawon. Ada apa di balik rawon?



Ketika menatap kembali pesan pendek itu, tiba-tiba mata nakal saya berbicara. Kata “RAWON” kalau dibaca terbalik menjadi “NOWAR” yang bila dipenggal menjadi “NO WAR”. Ah, ternyata ada pesan damai dibalik kuah rawon. Sebuah pilihan menu yang tepat di bulan kemerdekaan ini. Menu sing oRA aWON (bhs Jawa: Menu yang tidak Jelek). Semoga saya tidak saya salah membaca rawon.



Ternyata bala kurawa sudah sampai duluan di Pamulang. Yohannes Sugianto, Budhi Setyawan, Pakcik Ahmad, Nash, Ilenk Rembulan dan tentu saja pabrik_t sebagai tuan rumah. Suasana terlihat seperti Family Gathering, karena Om Yo dan Kang Budhi membawa serta keluarganya. Saya sendiri datang bersama istri muda.



Setelah sesi kuliner dengan menu utama rawon selesai ditandaskan, kami ngobrol-ngobrol santai di teras rumah. Suasana menjadi semakin sumringah ketika Pakcik Ahmad mengeluarkan buku puisi terbarunya: Sepasang Sepatu Sendiri Dalam Hujan (S3DH). Entahlah apakah ini bisa disebut sebagai soft launching atau tidak, yang jelas ada sesi tanda tangan buku dan foto bareng penyair.



Buku S3DH ini merupakan kumpulan sajak dari tiga penyair Maulana Ahmad – Inez Dikara – Dedy T. Riyadi. Di buku ini Pakcik Ahmad, sesuai saran Yonathan Rahardjo memang memakai nama asli pemberian orangtuanya yaitu Maulana Ahmad. Mungkin trio penyair ini bisa disebut sebagai MAulana - INez – RiyADI. Kalau group band mungkin akan dinamai MAINADI, main-main di wilayah nadi, tentu saja nadi puisi.



Seperti judul bukunya, sekilas membaca puisi-puisi dalam S3DH ini, kita seakan terbawa dalam ruang sunyi. Ya ruang sunyi, karena “Ruang Lengang” sudah menjadi antologi puisi Epri Tsaqib. Bahkan “Tiga Kali Kesunyian”, kata penyair TS Pinang yang didaulat sebagai penyunting.



Sepasang Sepatu Sendiri Dalam Hujan, sebuah judul yang menggigil. Di dalamnya tentu saja ada banyak puisi yang menggigit. Itu kesimpulan speed reading saya. Semoga kesimpulan itu tak jauh berbeda dari close reading nya Ilenk Rembulan nanti.



Ya, membaca judulnya saja saya sudah bisa merasakan suasana gigil. Pasti ada perjalanan panjang dan kisah tersendiri bagi ketiga penyair tersebut hingga bias mencapai judul tersebut. Tentu saja tak elok, kalau mereka (mentang-mentang bertiga) memberi judul “Sepasang Sepatu Bertiga Dalam Hujan”. Jadi kalau pas acara Reboan #5 nanti ada kuisnya, Kang Budhi sebagai MC tetap harus mengajukan pertanyaan, “Sebenarnya sepasang sepatu milik siapa yang dibiarkan sendiri dalam hujan?”



Tapi yang terpenting, saya sudah mendapat bukunya dan tanda tangan dari Pakcik Ahmad. Tinggal memburu tanda tangan dari Inez Dikara dan Dedy T. Riyadi. Segores pesan dari Pakcik Ahmad terbaca, “Setyo, nulis itu ibadah.” Sebuah pesan yang penuh makna. Pesan yang harus diterjemahkan secara utuh, sebab kalau terpenggal-penggal bisa menjadi “Nulis itu iba dah!”



Setelah sesi tanda tangan dan foto-foto. Obrolan dilanjutkan pada seputar acara Reboan. Ada berbagai hal yang harus dievaluasi agar ke depan acara Reboan menjadi semakin baik. Bagaimanapun juga tak ada sebuah perhelatan yang sempurna.



Bagi yang belum mengetahui apa itu Pasar Malam silakan klik aja http://reboan.blogspot.com. Bila Anda ingin tampil untuk baca puisi, launching buku, dan kegiatan sastra lainnya, jangan sungkan-sungkan untuk menghubungi Pasar Malam. Percayalah: Banyak jalan menuju sastra.



Kekupu Radja, 9 Agustus 2008

Setiyo Bardono

Tidak ada komentar: