'Cermin Hati' di Sastra Reboan #6

'Cermin Hati' di Sastra Reboan #6

“Ada sesuatu yang beda dalam acara ini. Sastra, yang bagi saya terasa berat dan serius, kok bisa dinikmati dengan enak ya. Ini setiap minggu ya,” kata seorang lelaki setengah baya saat menikmati tampilan Cakranada, band dengan nuansa etnik di Sastra Reboan #6, Rabu kemairn (17/09) di Warung Apresiasi (Wapres), Bulungan, Jakarta Selatan. Teman di sampingnya, yang jadi panitia hanya tersenyum sebelum menjelaskan, acara ini sebulan sekali. Khusus untuk Bulan Puasa diajukan ke tanggal 17 dari semestinya tanggal 24.

Sastra Reboan, yang tak terasa sudah memasuki edisi ke 6, malam itu memang terasa beda. Mengambil tema “Cermin Hati”, acara mengalir dengan riak dan rima yang menghanyutkan sekitar 100 pengunjung. Apalagi semua pengisi mampu menyanyikan tampilannya yang terbaik. Semua membaur, menunjukkan cermin hati diri dalam berbagai isi puisi. Tak peduli dia penyair ternama atau baru mencoba merangkai kata-kata.

“Sebelumnya sempat terpikir Paguyuban Sastra Reboa Malam (Pasar Malam), apakah akan dilaksanakan Reboan karena bulan September ini bersamaan dengan bulan Ramadhan atau bulan puasa bagi kaum Muslim. Namun akhirnya dilaksanakan dengan menampilkan karya yang bernuansa spiritualitas atau sufistik-religius. Hakikatnya ada semangat berinstropeksi diri, dan diharapkan akan merembes pada suatu sikap yang terus menggali mata air kreativitas agar mampu menghasilkan karya yang mencerahkan bagi kehidupan”, ujar Wakil Ketua Pasar Malam, Yonathan Raharjo ketika diwawancara Jak TV.

Acara Reboan # 6 dimulai relatif agak malam,dari semula dijadwalkan pukul 20.00 WIB, namun agak sedikit tertunda karena sholat tarawih belum usai dan lain hal, akhirnya dimulai pukul 20.30-an. Budhi Setyawan sebagai presenter naik ke panggung sendirian. Kemudian tanpa diiringi alat musik, dia menyanyikan penggalan lagu Munajat Cinta-nya The Rock dan ketika sampai refrain: “……. Tuhan kirimkanlah aku, kekasih yang baik hati……..” tiba-tiba muncullah seorang perempuan cantik berjilbab. Dan perempuan yang akrab dipanggil Tiwie yang berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas di Jakarta itu jadi presenter pendamping pada malam itu.

Tampil pertama malam itu adalah Cakranada Band, sebuah grup yang tampil begitu padu dan sangat impresif membawakan 2 buah lagu. Grup band ini menggabungkan unsur etnik seperti kendang sunda, perkussi, juga gamelan dengan unsur band pada umumnya seperti gitar, keyboard, drum dan bass. Penampilannya sangat memukau para pengunjung, yang kebanyakan suka seni dan sangat mungkin seperti mendapatkan oase baru bahwa ada alternatif musik yang berbeda dengan band-band pop umumnya. Setelah itu tampil Savitri Restu Putri, seorang pegawai Pengadilan Pajak Depkeu yang juara pada lomba baca puisi di kantornya membacakan puisi karyanya berjudul Rinduku. Pembacaan puisinya cukup jelas artikulasinya dan menyentuh perasaan. Disusul penampilan Weni Suryandari seorang guru SMP yang rajin menulis puisi, cerpen, novel/novelet membacakan puisinya berjudul Tuah Bunda. Puisinya bertutur tentang kerinduannya kepada ibundanya yang telah meninggakannya dan ada kegamangan dalam menjalani kehidupan, dia merasa lelah berjalan sendirian. Memang sosok seorang ibu hampir pasti sangat berpengaruh bagi anak-aaknya.

Pembaca puisi berikutnya adalah Aditya Kusuma Rachman, yang juga pegawai Pengadilan Pajak dimana dia juara lomba baca puisi membacakan puisi karyanya berjudul Hanyalah Debu. Berisi tentang jerit anak manusia yang merasa dirinya adalah debu yang tak berdaya, yang hanya dengan bantuan-Nya bisa hadir sebagai khalifah di muka bumi ini. Disusul Dharmadi, penyair senior asal Purwokerto yang mebacakan puisi berjudul Mencari Kosong yang diambil dari buku kumpulan puisinya ke-4 yaitu Jejak Sajak. Penyair ini akrab menggeluti puisi dengan pencitraan imajis-simbolik. Puisi-puisinya yang kebanyakan puisi pendek terasa mengalir lambat, namun sedemikian teliti dan telaten merayapi relung sukma para pembaca dan penyuka puisinya. Disambung naik ke pentas Rita Sahara, penyair yang bermukim di Cimanggis ini beberapa puisinya masuk dalam Antologi Penyair Depok “Gong Bolong”. Dia membacakan sebuah puisi pendek berjudul Terapung Senyap. Setelah itu tampil Cakranada band untuk kedua kalinya dengan membawakan beberapa lagu, selain lagu ciptaan sendiri juga sebuah lagu bernuansa religius karya Oddie Aam berjudul Kusadari. Ternyata band ini juga ikut mengisi di acara Reboan # 5 pada bulan Agustus 2008.

Kemudian tampil Utami Diah Kusumawati, seorang editor sebuah perusahaan percetakan membacakan puisi karyanya “Liar Ilalang”. Setelah dia seharusnya tampil Endang Supriadi, penyair yang aktif menulis puisi sejak tahun 80-an, namun tidak bisa hadir karena sakit. Yang berikutnya membaca puisi adalah Ulil dari Komunitas Bunga Matahari. Dia membacakan 2 buah puisi sambil duduk di kursi, namun demikian tetap bisa tampil dengan baik. Setelah itu tampil Gemala, penyanyi yang tergabung dalam grup band Kerispatih itu, membawakan sebuah lagu diringi oleh dua orang gitaris dalam nuansa unplugged. Meski minimalis, namun tetap menerbitkan semburat kesegaran dalam lagu yang dinyanyikannya.

Di sela-sela penampilan penyair dan pemusik, Budhi sang presenter sempat melantunkan tembang mocopat berjudul Ngelmu Iku. Tembang yang diciptakan oleh KGPAA Mangkunegoro IV itu mempunyai makna yang dalam, yang secara singkat bisa diartikan bahwa setiap ilmu atau pengetahuan dapat diperoleh dengan adanya niat dan kesungguhan, dan apabila telah didapatkan pun juga harus diamalkan agar memberikan manfaat kepada banyak orang. Juga sebuah lagu dari grup GIGI berjudul Malam Lailatul Qadar: “....inilah malam seribu bulan.....”, yang mengingatkan tentang adanya malam Lailatul Qodar yang nilai kemuliaannya lebih dari seribu bulan. Sedangkan Tiwie sempat melantunkan dengan lirih penggalan lagu Sajadah Panjang-nya Bimbo. “ada sajadah panjang terbentang, hamba ruku’ dan sujud......”

Pembaca puisi berikutnya adalah Ahmadun Yosi Herfanda. Penyair yang terkenal dengan puisi religinya berjudul Sembahyang Rumputan membacakan 3 buah puisi. Salah satu puisinya berjudul Tuhan, Aku Berlindung PadaMu. Puisinya berisi tentang keteguhan seorang manusia yang tetap berharap dan berlidung kepada Tuhan yang sejatinya tuhan, meski banyak bermunculan atribut atau kilau dunia yang dianggap sebagai tuhan bagi sebagian manusia yang hidup di era kekinian. Disusul Rukmi Wisnu Wardani, penyair yang juga sarjana arsitektur ini tampil sangat memikat dan penghayatan yang mantap, 2 buah puisi dibawakannya tanpa teks. Sepertinya telah membaur menyaur dalam keseharian penyair ini. “Surat Untuk Ibu” bertutur tentang keluhuran dan ketulusan seorang ibu, sedang kegelisahannya sebagai manusia dalam menyikapi ketuhanan dan pencarian diri dituangkan dalam “Satu”.

Akhirnya reboan edisi 6 ditutup dengan penampilan kolaborasi 5 penyair Pasar Malam yaitu Yonathan Rahardjo, Setiyo Bardono, Johannes Sugianto, Budhi Setyawan dan Sahlul Fuad. Dalam kondisi lampu dimatikan, naiklah 5 orang itu, lalu duduk bersila berderet dari kiri panggung ke kanan. Setelah lampu panggung dinyalakan, maka berkumandanglah suara Yonathan Rahardjo yang bertindak sebagai pengatur laku dan gerak, dan kemudian satu persatu penyair membacakan sebuah puisi bernuansa spiritualitas-sufistik. Pembaca pertama adalah Budhi Setyawan, disusul Johanes Sugianto, Sahlul Fuad, Setiyo Bardono dan terakhir Yonathan Rahardjo. Yonathan Rahardjo bergerak menidurkan para penyair dari duduknya dan kemudian dia mengambil posisi tidur di tengah-tengah. Setelah berlangsung sejenak dan dalam balutan nuansa yang magis, Yonathan bangkit dan turun dari panggung disusul para penyair lainnya.

Sungguh acara malam itu sangat meriah dan ada nuansa yang lain dari Reboan sebelumnya. Apalagi di antara hadirin yang datang nampak Mr Mihaly Illes yang menjabat sebagai Duta Besar Hungaria untuk Indonesia. Dia sangat suka dengan sastra Indonesia dan sangat sering menekuni membaca cerpen yang ada di koran edisi Minggu. Selain dia juga hadir Endo Senggono Kepala Perpustakaan PDS HB Jassin TIM, penyair Imam Ma’arif, Irmansyah, Anya Rompas, para penggiat sastra dari Universitas Atmajaya dan dari Universitas Bung Karno/Kapas Merah, pejabat Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan dan juga tidak ketinggalan penyanyi berambut gimbal Mbah Surip. Acara malam itu juga sempat diliput sebuah televisi swasta Jak-TV.

Dan pada pukul 22.30-an acara resmi berakhir, dan para hadirin beranjak dari tempat duduknya dalam nuansa seperti terpuaskan dengan acara malam itu, dan beberapa pengunjung malah menanyakan kapan acara Reboan bulan Oktober akan dilaksanakan. (bud/ines)

Tidak ada komentar: