Menghapus Mitos Penulis Kamar

Menghapus Mitos Penulis Kamar

oleh
Kurnia Effendi

http://www.facebook.com/inbox/readmessage.php?t=1008099377523&mbox_pos=0#/note.php?note_id=60757824181&ref=mf

Ketika kutawarkan kepada Johanes Sugianto (salah satu pendiri dan pengelola Pasar Malam Reboan), asosiasi penulis cerita ANITA untuk tampil di Wapres Bulungan pada acara Reboan ke-12, disambutnya dengan suka cita.

“Aku mau memperkenalkan, bahwa di masa lalu ada sekelompok pengarang cerpen cinta untuk konsumsi remaja. Mereka adalah alumni pengarang majalah Anita Cemerlang (1979-2002). Setelah reuni 15 Februari yang lalu, aku ingin teman-teman yang terhimpun dalam Asosiasi Penulis Cerita (ANITA) bangkit untuk menulis lagi dan dikenal kembali oleh para pembacanya baik yang di masa lalu maupun di masa kini. Lebih dari itu, aku ingin menghapus mitos PENULIS KAMAR dan mengubah teman-teman menjadi PENULIS PUBLIK.”

Kesan bahwa para penulis Anita Cemerlang sebagai pengarang yang menulis dalam kesunyian kamar, mengirimkan karya ke majalah kesayangan, lalu merasa bahagia ketika pembaca di luar sana menggemarinya dan selanjutnya berkomunikasi semacam sahabat pena; cukup kuat di masa lalu. Sekarang perlu berubah tanpa mengurangi kepribadian sebagai pengarang yang santun.

Jo dan teman-teman Reboan segera memberikan panggung kepada kita. “Silakan mau tampil seperti apa, bebas saja!” Itulah kesempatan yang kemudian kita manfaatkan.

Tentu ini untuk yang tinggal di Jabodetabek. Dari 39 anggota ANITA yang konfirmasi mau hadir, tak sepenuhnya bisa datang karena pelbagai hal. Bambang Sukmawijaya mendadak ada meeting di kantornya. Emmy Rosnani tak diizinkan keluar malam oleh suaminya. Ida Ahdiah putranya panas. Tika Wisnu ke Bandung. Tina K menginap di Serpong agar mudah mengejar pesawat pagi ke Solo (liburan di rumah Sanie B. Kuncoro), Adek Alwi ada tahlilan 3 hari familinya. Kurniawan Junaedhie menjemput teman penyair dari Purwokerto yang membawa anaknya untuk dirawat di RS Jakarta. Endang Werdiningsih masih ada rapat PWI, Fitryan Dennis kenapa ya?… dst.

Tetapi mereka yang tak hadir ikut mendukung dari jauh. Dari rumah atau tempat rapatnya masing-masing. Dan kami yang meriung di Warung Apresiasi Bulungan juga gembira karena bisa berekspresi di atas panggung atas nama keluarga ANITA.

Kesempatan yang baik itu kugunakan untuk memperkenalkan organisasi kita, ANITA, yang dibentuk 15 Februari 2009. Baru sebulan usianya, namun telah memiliki sejumlah program ke depan.

(1) Dalam waktu dekat, majalah Kartini edisi Hari Kartini akan menampilkan sekitar 10 cerpenis alumni Anita Cemerlang dengan karyanya dalam bonus kumpulan cerpen. (Ya, di sana bakal ada Agnes Majestica, Nita Tjindarbumi, Dharmawati TST, Wibi Permani, Tina K, Tika Wisnu, E. Sati, Sanie B. Kuncoro, Yanthi Razalie, dll)

(2) Penerbit Gradien Mediatama akan meluncurkan antologi cerpen edisi koleksi Anita Cemerlang dari 55 penulis AC pada IKAPI book fair, Juni 2009 di Istora Senayan Jakarta.

(3) ANITA dan penerbit Hikmah akan bekerjasama untuk melahirkan sejumlah novel di tahun ini.

(4) ANITA akan menyelenggarakan workshop penulisan kreatif untuk SMP dan SMA di Jakarta bertepatan dengan liburan sekolah

Agenda itu kusampaikan di sela-sela pembacaan karya para penulis ANITA. Sembari melatih teman-teman untuk menghilangkan demam panggung. Sedikit pemaksaan untuk membangun mental, keluar dari “kamar sunyi penciptaan”

Putra Gara kupanggil pertama kali. Ia merasa sedang “pulang kampung” karena masa remajanya tumbuh di Gelanggang Remaja Bulungan. Ia dengan semangat berpromosi, membacakan petikan novel (yang hendak diterbitkan oleh Hikmah) “Samudra Pasai”:

“Lelaki itu berdiri tegak membelakangi matahari. Matanya terpesona memandang hamparan hasil kebudayaan yang belum pernah ditemukan dalam perjalanan hidupnya. Samudra Pasai nan gemilang! Ia sedikit melupakan embusan angina pesisir yang singgah ke kelopak telinganya. Ada bisikan yang lebih membuatnya tersihir, mantra agung yang mengatakan bahwa penaklukan selalu diawali dari penguasaan diri atas hasrat duniawi. Ah, aku hanya seorang Ibnu Batuta…”

Lalu kami panggil Susy Ayu untuk membacakan puisi ciptaannya. Puisi romantis-melankolis yang mengisahkan tentang seorang lelaki yang… “Hai, Susy, segera postinglah puisimu itu!” Susy belum lama ini telah mengumumkan cerpennya di Harian Fajar Makassar.

Kebetulan malam itu hadir Triyanto Triwikromo, redaktur budaya harian Suara Merdeka Semarang. Jadi kuharapkan agar teman-teman dapat mengirim cerpen ke Suara Merdeka, dengan syarat maksimal 12.000 karakter.

Tampil berikutnya Reni Erina. Ia membacakan puisi “Pernah Ada Hari” dengan perasaan terbuka. Percaya atau tidak, Reni telah menulis lebih dari 100 cerpen untuk Anita Cemerlang mulai tahun 1991 sampai majalah itu tidak terbit lagi.

Selanjutnya kuminta Doni Indra untuk membacakan puisi pendek berjudul “Ritus Larut Malam”. Setelah itu giliran Ryana Mustamin menyajikan cerpen “Dahaga” yang telah diringkas sesuai kebutuhan pembacaan di panggung. Dengan suara yang enak didengar (ah, mantan penyiar Radio Rosa di Ujungpandang), pengucapan diksi dan intonasinya cukup dapat dinikmati.

Pada saat itulah, Weni Suryandari kemudian membatalkan rencana membaca cerpenku di atas panggung. Ya, sebetulnya aku juga berencana membaca petikan (bagian akhir) cerpen. Ada dua pilihan: “Cinta Separuh Malam” atau “Berjalan di Sekitar Ginza”. Dessy Sekar Astina, Presiden Forum Indonesia Membaca, sudah berulang kali mendesak. Namun rasanya ‘tak sopan’ jika aku mengambil jatah teman-teman untuk tampil, sementara aku sudah banyak berkicau di panggung. Jadi sewaktu Weni bermaksud mewakiliku untuk membaca “Cinta Separuh Malam”, aku senang sekali. Tetapi ujung-ujungnya, ia pun membatalkan penampilannya, hiks!

Maka sebagai pamungkas, kudaulat Iwan Soekri naik panggung. Ia membacakan 3 puisi dengan suara lantang, mengingatkan aku pada masa mudanya waktu berjaya di Bandung. Tak cukup dengan itu, dipanggilnya Irman Syah untuk ‘mendendangkan’ sajak Iwan Soekri yang berkisah tentang pahlawan Bandung, Mohamad Toha. Diakhiri dengan pembacaan puisi Iwan oleh Teguh Esha si Ali Topan.

Ayi Jufridar datang jauh-jauh dari Aceh, malam itu dalam kondisi terserang mag, sehingga hanya memotret dan meliput, mewakili harian Aceh Independence. Teman-teman ANITA yang lain: Yanthi Razalie, Ita Yunita Siregar, Fanny J. Poyk, Hans Miller Banureah, Prasetyohadi, Ags Arya Dipayana… Terima kasih telah ikut meramaikan, meski sebagian pulang sebelum acara berakhir. Yanthi harus ke RSPP, menunggui Dadang, teman sekelasnya waktu di SMA yang sedang koma (kemudian kudengar beritanya, meninggal pukul 5 pagi hari Kamis).

Hadir pula: Slamet Widodo, penyair sekaligus pengusaha (kusebut sebagai kapitalis perumahan). Doddy Ahmad Fauji, redaktur Jurnal Nasional dan ARTI, majalah seni budaya. Kirana, Yonathan Rahardjo, Setio Bardono, Yasa, Bambang Prasadhi (pelukis yang menjadi suami Ryana Mustamin), Eddy Soepadmo (mantan redaktur pelaksana majalah AZ-Zikra), Eka Kurniawan (Pena Kencana) bersama istrinya Ratih Kumala (in house produser untuk Bioskop Indonesia Trans TV), Dedy Tri Riyadi, Aqidah Gauzillah, Titik Kartitiani, Eva, Krisna Prabicara, Pakcik Ahmad, Nurdin dari Indosiar.com, dll.

Acara yang dipandu oleh Budhy Setyawan (pegawai negeri di Departemen Keuangan) dan Nina Yuliana (bekerja di departemen pengembangan training High Scope) berakhir menjelang pukul 23.

Mudah-mudahan, upayaku untuk menghapus mitos penulis kamar (siapa kenal Tina K, Tika Wisnu, Lutik S. Alibasyah, Dewi Tresnowati, Ida Cynthia, Reni Erina, Wibi Permani, Panca Triwati, dst selain melalui tulisannya di Anita Cemerlang, Gadis, dan Hai) menjadi penulis panggung dan tampak wajah oleh publik cukup berhasil. Sebab setelah ini aku masih punya beberapa agenda untuk membuat ANITA berada pada setiap lintas komunitas.

Dengan demikian, ANITA tidak harus duduk di pucuk menara gading lantas kesepian. Berkarya, menulis yang tak sekadar (meminjam istilah Iwan Soekri), dan menerbitkannya sebagai bacaan yang berkualitas sekaligus populer.

Selamat berkarya!

1 komentar:

Herry Trunajaya BS mengatakan...

Salam untuk ANITA

Hellooo Bung Kef dan kawan-kawan,
saya di Balikpapan (Kalimantan Timur) terkejut sekaligus bahagia dengan terbentuknya Asosiasi Penulis Cerita (ANITA) yang Bung Kef Komandoi. Mungkin Bung Kef masih ingat dengan saya yang pernah berkali-kali meminta perbaikan cerpen-cerpen saya karena selalu ditolak oleh Majalah Anita Cemerlang di era 80-an, dan berkat campurtangan Bung Kef, beberapa cerpen saya kemudian bisa dimuat di AC.
Saya dan beberapa teman di Balikpapan yang juga menggeluti sastra, meski tingkatnya masih kelas kampungan, ingin bergabung dengan ANITA, dan gimana persyaratannya.
Trim's.....

Herry (Herr) Trunajaya BS
Telpon 05425672081